Sahabat

28 Julai, 2012

Adab-adab Berpuasa


Orang yang berpuasa mempunyai adab adab, yang mana tidak akan sempurna puasa itu kecuali dengan adanya adab adab tersebut. Yang terpenting daripada itu adalah menjaga lidah dari dusta dan ghibah (menggunjing) serta membicarakan sesuatu yang tidak perlu baginya. Ia jaga mata dan telinganya dari mendengarkan dan melihat kepada sesuatu yang tidak halal baginya serta sesuatu yang dianggap fudhul (berlebihan).
Begitu pula ia jaga dirinya dari memakan makanan haram dan syubhat, khususnya keika berbuka puasa. Ia berusaha dengan sangat hati-hati untuk tidak berbuka puasa, kecuali dengan memakan makanan yang halal.
Seorang ulama salaf berkata: ”Apabila engkau puasa, lihat makanan apa yang engkau makan ketika berbuka dan di tempat siapa engkau berbuka.”
Begitu pula orang yang berpuasa harus menjaga semua anggota tubuhnya dari melakukan dosa-dosa, kemdian dari perbuatan yang tidak perlu. Dengan itu puasanya menjadi sempurna dan bersih. Banyak orang berpuasa dengan memayahkan dirinya dengan lapar dan haus, namun ia biarkan anggota tubuhnya berbuat maksiat senghingga merusak puasanya dan menyia-nyiakan kepayahannya.
Nabi Muhammad SAW bersabda (yang artinya):
“Banyak orang berpuasa, tetapi puasanya hanya menghasilkan lapar dan haus.”
Meninggalkan maksiat adalah wajib untuk selamanya atas orang yang berpuasa maupun orang yang tidak berpuasa. Akan tetapi bagi orang yang berpuasa lebih hati-hati dan lebih wajib.
Nabi SAW bersabda (yang artinya) :
“Puasa itu adalah perisai. Maka pada hari seorang dari kamu berpuasa, janganlah ia berkata keji dan berbuat kefasikan serta jangan mengganggu orang lain. Jika ada orang memakinya atau memakinya, maka katakanlah: Sesungguhnya aku berpuasa.“
Termasuk adab orang berpuasa ialah untuk tidak banyak tidur disiang hari dan tidak banyak makan diwaktu malam. Hendaknya dia makan sekedarnya hingga dia merasakan sentuhan lapar dan haus supaya jiwa menjadi baik dan syahwatnya menjadi lemah serta hatinya menjadi terang. Itulah rahasia puasa dan tujuannya.
Hendaklah orang yang puasa menjauhi kemauan dan kesenangan syahwat serta kenikmatan yang banyak. Sedikit-sedikitnya adalah kebiasaan bersenang-bersenang itu hanya sekali di bulan Ramadhan dan lainnya. Ini adalah sedikit-dikitnya yang patut. Akan tetapi latihan dan menjauhi keinginan nafsu menimbulkan pengaruh besar dalam dalam menerangi hati dan secara khusus dituntut di bulan Ramadhan.
Adapun orang-orang yang menjadikan bersenang-senang dan hidup mewah di bulan ramadhan yang mereka tidak biasa lakukan diluar bulan ramadhan, maka hal itu tipu daya setan yang menipu mereka supaya mereka tidak merasakan keberkahan puasa mereka. Dan supaya tidak nampak pada mereka pengaruhnya berupa cahaya, mukassafat, sipat khusyu, kepada Allah dan tunduk dihadapan-Nya menikmati munajat-Nya danpembacaan kitab-Nya serta dzikir-Nya.
Kebiasaan salaf kita adalah mengurangi kebiasan dan kesenangan nafsu serta memperbanyak amal baik dibulan Ramadhan secara khusus, meskipun hal itu sudah di kenal dari prilaku mereka dalam seluruh waktu.
Termasuk adanya ialah tidak terlalu banyak mangurusi dunia di bulan Ramadhan, tetapi mengkhususkan diri beribadah kepada Allah dan menyebut namaNya sedapat mungkin. Janganlah ia mengurusi dunia, kecuali bila sangat mendesak bagi kebutuhannya atau anak-anak yang wajib diurusinya. Hal itu di sebabkan bulan ramadhan diantara bulan-bulan seperti hari jumat diantara hari-hari.Oleh karena itu orang mu`min harus menjadikan hari jumat dan bulannya ini khusus untk akhiratnya.
Termasuk sunnah adalah menyegerakan buka puasa dan membuka dengan kurma, jika tidak menemukannya, maka ia berbuka dengan air. Adalah Nabi SAW berbuka sebelum shalat maghrib.Nabi SAW bersabda:
“Umatku selalu dalam kebaikan selama mereka menyegerakan dalam berbuka puasa mengakhiri sahur.”
Maka mengakhirkan sahur adalah sunnah pula. Orang yang puasa hendaknya makan sedikit.
Hal itu dimaksudkan supaya nampak pengaruh puasa padanya dan iapun bisa mendapat hikmahnya dan mencapai tujuannya, yaitu mendidik nafsu dan melemahkan keinginannya. Karena rasa lapar dan kekosongan perut besar berpengaruh besar dalam menerangi hati dan kekuatan anggota badan dalam beribadah, sedangkan kekenyangan adalah menyebabkan kekerasan hati dan kelalaian dan kemalasan dalam melakukan ibadah.
Nabi Muhammad SAW bersabda (yang artinya):
“Tidaklah anak Adam mengisi wadah yang lebih buruk daripada perutnya. Cukuplah anak Adam beberapa suap makanan untuk menegakkan tubuhnya. Jika ia tidak bisa menghindarinya, maka sepertiga perut itu untuk makanannya, sepertiga untuk minumannya, dan sepertiga untuk nafasnya.”
Seorang arif berkata: “Apabila perut menjadi kenyang maka semua anggota tubuh menjadi lapar, dan apabila perut menjadi lapar, maka semua anggota tubuh menjadi kenyang.”
Maksud laparnya anggota-anggota tubuh adalah ibarat usaha dan keinginannya yang sangat untuk melampiaskan kesenangannya. Maka lidah suka bicara, mata suka memandang, dan telinga suka mendengar. Begitupula anggota tubuh yang lain. Bangkitnya anggota-anggota tubuh itu adalah untuk mencari kelebihan dari kesenangannya ketika perut menjadi penuh. Dan ketika perut kosong maka diamnya dan ketenangan anggota-anggota tubuh itulah yang diungkapkan dengan istilah kekenyangan anggota tubuh dan hal itu dapat disaksikan.
Sangat dianjurkan memberi makan orang-orang yang puasa, walaupun hanya beberapa butir kurma atau seteguk air. Nabi Muhammad SAW bersabda (yang artinya):
“Barangsiapa yang memberi makan orang puasa, maka ia mendapat pahala seperti orang yang puasa itu tanpa mengurangi sedikitpun”.
Pahala ini bisa diperoleh orang yang memberi makan buka puasa, walaupun hanya air. Adapun orang yang memberi makan orang puasa sesudah berbuka puasa dirumahnya atau ditempat lain, maka ia tidak mendapat pahala ini, tetapi mendapat pahala memberi makan, dan pahalanya besar. Bagaimanapun juga memberi makan orang yang puasa hingga kenyang adalah perbuatan yang mendapat banyak pahala.
Sumber: http://epondok.wordpress.com/

09 Julai, 2012

Adab Murid Terhadap Guru



Adab Murid Terhadap Guru Mengikut Imam al-Ghazali..


  1. Mendahulukan salam kepada guru dan bersalaman dengan bercium tangan sebagai tanda penghormatan - ikut jantina.
  2. Jangan banyak bercakap di hadapan guru.
  3. Jangan bercakap jikalau tidak ditanya.
  4. Jangan bertanya melainkan jikalau diarah oleh guru.
  5. Jangan menyangkal kata-kata guru.
  6. Jangan mengumpat pelajar lain.
  7. Jangan berbisik di hadapan guru.
  8. Jangan berpaling kiri dan kanan.
  9. Jangan menyoal semasa guru kepenatan.
  10. Berdiri apabila guru bangun (ketika guru keluar dan masuk).
  11. Dengar dengan khusyuk ilmu yang disampaikan walaupun diulang 1000 kali.
  12. Rujuk guru dalam memilih ilmu.
  13. Jangan duduk tempat guru.
  14. Jangan berjalan di hadapan guru kecuali darurat.
  15. Jangan ketuk pintu berulang kali hingga guru keluar menemuinya.
  16. Sentiasa mendapat keredhaannya dan jauhkan kemurkaannya.
  17. Muliakan anak-anak guru.
  18. Selalu berhubung dengan guru.
  19. Elakkan tidak menziarahi guru lebih 40 hari. Ini boleh mengurangkan keberkatan ilmu.
  20. Selalu mendoakan guru selepas setiap solat lima waktu.

04 Julai, 2012

Hukum puasa, solat dan doa pada Nisfu Saaban

Petikan Fatwa Fadhilah Mufti Mesir Prof. Dr Ali Jum'ah.
Apa hukum melakukan solat dan doa pada malam nisfu Sya'ban seterusnya berpuasa pada siang harinya?
Jawapan :
Malam nisfu Sya'ban merupakan malam yang barakah. Terdapat sebilangan besar dalil yang menyebut tentang kelebihan malam nisfu Sya'ban daripada hadis-hadis (Nabi S.A.W) yang saling menguatkan antara satu sama lain serta mengangkat (hadis-hadis tersebut) ke darjat Hadis Hasan dan Kuat (dari segi hukumnya).
Maka mengambil berat terhadap malam nisfu Sya'ban serta menghidupkan malamnya adalah sebahagian daripada agama yang tiada keraguan padanya. Adapun keraguan yang timbul adalah disebabkan pandangan terhadap hadis-hadis yang barangkali hukumnya Dhaif yang menceritakan tentang kelebihan malam tersebut.
Antara hadis-hadis yang menceritakan tentang kelebihannya :

Daripada Ummul Mukminin Sayidatina 'Aisyah R.A telah berkata : "Aku telah kehilangan Nabi S.A.W pada suatu malam, maka aku telah keluar untuk mendapatinya maka baginda berada (sedang berdiri di kawasan perkuburan) Baqi' sambil mendongakkan kepalanya ke langit. lalu baginda berkata : Wahai 'Aisyah, adakah kamu takut Allah dan Rasulnya melakukan kezaliman ke atas kamu? Berkata 'Aisyah : Bukan demikian sangkaanku tetapi aku menjangkakan kamu telah pergi kepada sebahagian daripada isteri-isteri kamu (atas perkara-perkara yang mustahak lalu aku ingin mendapat kepastian). Lalu baginda bersabda : Sesungguhnya Allah Ta'ala telah turunkan (malaikatNya dengan perintahNya) pada malam nisfu Sya'ban ke langit dunia, lalu Allah mengampunkan dosa-doa (yang dilakukan oleh hambaNya) lebih banyak daripada bilangan bulu-bulu yang terdapat pada kambing-kambing peliharaan (bani) Kalb."
[Hadis Riwayat Al-Tirmizi, Ibnu Majah dan Imam Ahmad.] 
Daripada Saidina Mu'adz ibnu Jabal R.A bahawa Nabi S.A.W telah bersabda :"Allah memandang pada kesemua makhluk ciptaanNya pada malam nisfu Sya'ban, lalu Allah mengampunkan dosa-dosa kesemua makhlukNya melainkan dosa orang musyrik  (yang menyekutukan Allah)  dan dosa orang yang bermusuhan." 
[Riwayat Al-Tobrani dan disahihkan oleh Ibnu Hibban.] 



Daripada Saidina 'Ali R.A bahawa Rasulullah S.A.W telah bersabda : "Apabila masuk malam nisfu Sya'ban, maka hendaklah kamu bangun pada malamnya dan berpuasa pada siang harinya, Sesungguhnya Allah Ta'ala menurunkan malaikatnya ke langit dunia pada malamnya setelah terbenamnya matahari, lalu Allah berkata : Sesiapa yang memohon keampunan padaKu maka Aku akan mengampunkan baginya, Sesiapa yang memohon rezeki padaKu maka Aku akan memberikannya rezeki, Sesiapa yang ditimpa musibah maka Aku akan melepaskannya, sesiapa yang demikian...sesiapa yang demikian ...sehinggalah terbitnya fajar." 
[Riwayat Ibnu Majah] 


Tidaklah mengapa seandainya membaca surah Yasin sebanyak 3 kali selepas solat maghrib secara terang-terangan dan beramai-ramai. Hal ini kerana termasuk dalam perkara menghidupkan malam tersebut dan perkara berkaitan dengan zikir ruangannya adalah luas. Adapun mengkhususkan sebahagian daripada tempat dan waktu untuk melakukan sebahagian daripada amalan soleh secara berterusan adalah termasuk dalam perkara yang disyariatkan selagi mana seseorang yang melakukan amalan tersebut tidak beri'tiqod (menjadikannya sebagai pegangan) ; bahawa perkara tersebut adalah wajib di sisi syara' yang membawa hukum berdosa sekiranya meninggalkannya.
Hadis daripada Ibnu Umar R.A telah berkata :
"Nabi S.A.W akan mendatangi masjid Quba pada setiap hari Sabtu
samada dengan berjalan ataupun menaiki tunggangan."[Riwayat Imam Al-Bukhari dan Muslim.]
Berkata Al-Hafiz Ibnu Hajar di dalam kitabnya (Fathul Bari) :
"Di dalam hadis ini walaupun berbeza jalan-jalan pengriwayatannya menunjukkan kepada (hukum) harus mengkhususkan sebahagian hari-hari untuk melakukan sebahagian daripada amalan-amalan soleh serta melakukannya secara berterusan." -tamat
Berkata Ibnu Rajab Al-Hanbali di dalam kitabnya (Lathoif Al-Ma'arif) :
"Ulama' di Syam telah berselisih pandangan dalam menyifatkan cara untuk menghidupkan malam nisfu Sya'ban kepada dua pandangan.
Pertamanya :
Adalah disunatkan menghidupkan malamnya secara berjamaah di masjid.
Khalid ibn Ma'dan dan Luqman ibn 'Amir dan selain daripada mereka telah memakai sebaik-baik pakaian, dan mengenakan wangian serta mengenakan celak pada mata serta mendirikan malamnya dengan ibadah.
Dan Ishaq ibn Rahuyah bersepakat dengan pandangan mereka terhadap perkara tersebut dan berkata dalam masalah mendirikan malamnya dengan ibadah di masjid secara berjamaah : "Perkara tersebut tidaklah menjadi bid'ah." Kalam ini dinukilkan oleh Harb Al-Kirmani di dalam kitab Masail nya.
Keduanya :
Sifatnya adalah makruh penghimpunan pada malamnya di masjid untuk melakukan solat serta bercerita dan berdoa. Dan tidak makruh sekiranya seseorang itu melakukan solat secara bersendirian. Ini adalah pandangan Al-Auzaie Imam Ahli Syam dan Ahli Faqeh dan 'Alim." -tamat
Kesimpulannya :
Maka menghidupkan malam nisfu Sya'ban sama ada secara berjamaah ataupun secara bersendirian sebagaimana sifat yang masyhur dikalangan orang ramai dan selainnya adalah perkara yang disyariatkan dan tidaklah menjadi bid'ah dan tidaklah menjadi makruh dengan syarat tidak menjadikan amalan tersebut sebagai suatu kemestian dan kewajipan.
Sekiranya amalan tersebut diwajibkan ke atas orang lain serta menghukum kepada mereka yang tidak mengikutinya dengan hukum berdosa maka menghukumkan dengan hukum dosa itu yang menjadi bid'ah kerana mewajibkan sesuatu yang tidak diwajibkan oleh Allah dan RasulNya S.A.W. Inilah makna yang menjadikannya makruh sebagaimana pandangan para salafussoleh terhadap hukum makruh dalam menghidupkan malam nisfu Sya'ban. Adapun menghidupkan malamnya sebagaimana hakikat asalnya maka perkara tersebut adalah disyariatkan dan tidaklah menjadi makruh.
Oleh itu, digalakkan menghidupkan malamnya dengan ibadah dan siangnya dengan puasa.
Petikan Fatwa Fadhilah Mufti Mesir Prof. Dr Ali Jum'ah.
Terjemahan : Ibnu Juhan Al-Tantawi
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...